Menguji Teori Gravitasi Einstein

“Meskipun terlihat sangat indah, kemungkinan besar teori relativitas umum Eisntein akan mengalami amandemen” (C.N. Yang , Pemenang hadiah nobel fisika)





















Sebagaimana telah dibahas di dalam tulisan sebelumnya, pada tahun 1916 Einstein dengan cemerlang menyusun teori relativitas umum sebagai usaha untuk menjelaskan fenomena gravitasi di alam semesta. Teori ini disebut sebagai ciptaan paling brilian yang pernah dihasilkan dari pikiran manusia. Premis dasarnya adalah ruang angkasa yang terlihat kosong sebenarnya terbuat dari anyaman medan ruang dan waktu. Teori ini bukan saja menggabungkan konsep ruang, waktu dan gravitasi tetapi juga sanggup memprediksi fenomena-fenomena alam semesta lain yang sulit masuk diakal seperti black hole atau lubang hitam.
Lebih lanjut keberadaan benda astronomi seperti planet dan bintang memberikan pengaruh terhadap strukture anyaman ruang-waktu tadi. Sebuah planet, misalkan, akan melekukkan anyaman itu, efek lekukan ini disebut sebagai warped space time atau lekukan ruang waktu. Karena benda seperti planet dan bintang berputar pada porosnya, putaran ini diperhitungkan menyeret anyaman tadi. Efek seretan ini disebut sebagai efek frame dragging atau seretan kerangka.
Akibat lekukan anyaman ruang-waktu yang diakibatkan oleh matahari yang bermassa jauh lebih besar dari massa planet dan benda-benda lain dalam tata surya, benda-benda yang bermassa lebih kecil tadi akan bergerak mengikuti bentuk lekukan anyaman di sekitar matahari. Efek ini juga dikenal sebagai efek geodetic. Akibat massa matahari yang sangat besar, efek geodetinya menjangkau bahkan sampai planet Pluto atau Cesna (kandidat planet yang baru saja ditemukan sebagai benda angkasa yang terjauh dari matahari).
Meskipun prediksi teori relativitas umum dalam pembelokan lintasan cahaya, presisi perihelion planet Merkuri, pergeseran warna merah dan melambatnya kecepatan cahaya akibat gravitasi telah dikukuhkan keberadaannya melalui eksperimen, dua efek utama dari teori ini, efek geodetik dan seretan kerangka, belum terbukti secara langsung melalui eksperimen. Sehingga boleh dikatakan bahwa teori relativitas umum adalah teori yang paling sedikit mendapat perhatian oleh para eksperimentalis.
Lebih lanjut Einstein sendiri mengakui bahwa persamaan relativitas umumnya memiliki kelemahan. Suku di sisi kiri persamaannya, yang menggambarkan geometri ruang-waktu, merupakan suku yang kokoh seperti batu granit sementara suku di sisi kanan persamaannya, yang menghubungkan geometri ruang-waktu dengan massa dan energi, adalah suku yang lemah seperti pasir dipantai.
Bukan hanya itu, para ilmuwan melihat teori relativitas umum memiliki masalah dalam teori itu sendiri yang lebih serius. Kenyataan bahwa dari keempat gaya dalam alam semesta ini, gaya inti kuat, inti lemah, elektromagnetik dan gravitasi, gravitasi adalah satu-satunya gaya yang sulit untuk digabungkan dengan ketiga gaya yang lain dalam teori penggabungan agung (GUT). Lebih lanjut, teori gravitasi ini tidak bersesuaian dengan teori mekanika kuantum yang merupakan teori terbesar yang pernah ditemukan di awal abad 20. Para fisikawan banyak berspekulasi tentang skenario teori gravitasi kuantum, tetapi akhirnya spekulasi ini hanya berakhir pada sebatas sebagai spekulasi saja.
Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam teori gravitasi Einstein ini menguatkan kecurigaan para fisikawan bahwa teori ini sepertinya perlu diamandemen. Untuk menemukan bukti kuat yang dapat mendukung amandemen teori gravitasi Einstein ini dibuatlah eksperimen GP B yang khusus akan menguji premis utama teori ini dalam efek geodetik dan seretan kerangka.
Prinsip sederhana eksperimen Gravitasi Probe (GP) B
Setiap eksperimen memerlukan sesuatu yang bisa diamati dan alat pengukurnya. Karena tujuan utama eksperimen GP B adalah mencari bukti adanya medan ruang-waktu, maka pertanyaannya adalah apakah anyaman medan ruang-waktu ini bisa ÅÅilihat¡¦atau dideteksi. Kalau bisa adakah alat untuk mendeteksinya? Untuk menjawab pertanyaan ini, pada tahun 1960 Leonard Schiff, fisikawan dari universitas Stanford dan George Pugh fisikawan dari Departemen Pertahanan AS, secara terpisah mengusulkan bahwa alat yang bisa ÁÎelihat¡¦efek geodetik dan seretan kerangka ini adalah giroskop.
Giroskop adalah alat yang memiliki prinsip kerja yang sama dengan prinsip kerja sebuah gangsingan, mainan anak-anak yang dijual dipasar tradisional. Sebuah gangsingan yang berputar pada porosnya memiliki besaran fisis yang membuatnya tetap berdiri ketika berputar yang disebut momentum angular. Berat gansingan mengakibatkan poros gansingan tidak berdiri tegak lurus melainkan sedikit miring. Momentum angular ditambah dengan berat gansingan tadi mengakibatkan gansingan melakukan dua gerakan berputar: putaran terhadap porosnya sendiri dan putaran terhadap poros vertikal permukaan dimana sebuah gansingan berputar. Gerak berputar yang kedua ini disebut gerak presisi.
Misalkan sebuah gansingan berputar di atas tanah. Jika berat gansingan diabaikan, maka putaran yang tinggal hanyalah putaran gansingan pada porosnya. Lebih lanjut jika tanpa gangguan gaya lain maka gangsingan tadi akan akan terus berputar dengan arah poros yang tetap. Dengan asumsi ini, ketika gansingan tadi bergeser dari tempat semula pada permukaan yang tidak rata, poros putaran gansingan ini akan berubah arah dan perubahan ini akan bersesuaian dengan bentuk atau kontur permukaan tanah. Sehingga perubahan arah poros gansingan ini dapat dipakai sebagai informasi mengenai bentuk permukaan tanah.
Prinsip kerja yang sama juga digunakan oleh giroskop pada GP B untuk mendeteksi adanya lekukan medan ruang-waktu di sekitar bumi. Untuk bisa mengisolasi giroskop dari efek yang lain selain efek geodetik dan seretan kerangka, giroskop pada satelit GP B harus dikemas sedemikian rupa sehingga pengaruh-pengaruh seperti cacat fisik giroskop dan medan magnet bumi bisa dihindari.
Giroskop dan teleskop pada satelit GP B
Tantangan eksperimen ini selanjutnya adalah kecilnya pengaruh kedua efek tadi pada perubahan arah poros giroskop. Sesuai dengan perkiraan perhitungan dengan teori gravitasi Einstein, sebuah giroskop akan mengalami perubahan sejauh 6,614 mili-arc-detik atau sekitar 0,00183 derajat per tahun ke arah utara bumi akibat efek geodetik. Sementara itu, efek seretan kerangka hanya akan memberikan perubahan sejauh 40,9 mili-arc-detik per tahun pada arah horizontal ke arah timur, perubahan yang sangat sulit terdeteksi oleh alat pengukur sudut konvensional manapun.
Untuk keperluan pengukuran kuantitas yang sangat kecil ini, para ilmuwan pada proyek ini harus membuat giroskop atau rotor berbentuk bola yang kebulatannya mendekati sempurna. Rotor yang berjumlah 4 buah ini masing-masing berukuran sama seperti bola ping-pong yang berdiameter sekitar 1,5 inchi.
Dengan teknologi fabrikasi yang baru para ilmuwan di universitas Stanford dan Nasa berhasil membuat rotor yang homogen. Kebulatannya yang sempurna mencapai ketelitian 40 kali ukuran atom. Artinya setiap titik pada permukaan bola rotor itu memiliki jarak sama dari pusat bola. Kalaupun terdapat perbedaan maka perbedaannya hanya berkisar 0,0000003 inchi. Homogenitas dan kebulatan yang sempurna ini akan menghindari ketidakseimbangan rotor dan gesekan dengan udara pada saat berputar.
Bagian dalam rotor terbuat dari Quartz padat. Quartz adalah material yang biasanya digunakan untuk perhiasan. Dipahat dari batangan quartz murni yang matang dari Brazil dan kemudian dipanggang dan dimurnikan di laboratorium di Jerman. Masing-masing rotor ini ditempatkan dalam sebuah kotak rumah yang memiliki 6 elektroda yang nantinya dipakai untuk mengangkat setiap rotor dengan medan listrik. Untuk memutar rotor-rotor tadi dalam ruang hampa, semburan gas helium digunakan sampai masing-masing rotor mencapai kecepatan putaran 10.000 rpm. Setelah itu setiap rotor akan berputar dalam ruang hampa di dalam kotaknya tanpa topangan sedikitpun.
Apapun cara pengukuran yang dilakukan dalam eksperimen ini, mekanisme yang dipakai tidak boleh mengganggu putaran mekanik rotor. Oleh sebab itu, pengukuran perubahan sudut yang sangat kecil ini harus dilakukan dengan metode yang tidak memberikan gangguan mekanik terhadap masing-masing rotor. Untuk itu para ilmuwan menggunakan alat ukur dengan teknologi baru yang dikenal dengan SQUID (Superconductor Quantum Interference Device). SQUID juga disebut magnetometer karena alat ini digunakan untuk mengukur medan magnet. Magnetometer ini sangat bergantung pada fenomena fisika yang dikenal sebagai superkonduktor.
Superkonduktor adalah sebuah fenomena fisika yang ditemukan oleh fisikawan Belanda H. Kammerlingh Onnes di tahun 1911. Pada suhu yang sangat rendah, yaitu pada suhu beberapa derajat diatas suhu nol absolut, bahan-bahan material tertentu akan kehilangan sifat hambatan listriknya. Sehingga jika sebuah arus listrik yang mengalir pada sebuah cincin superkonduktor maka arus tadi akan berputar pada cincin itu selamanya, asal saja cincin itu dipertahankan dalam suhu yang sangat rendah tadi.
Selain hambatan listrik yang praktis nol, bahan superkonduktor juga memiliki satu properti yang unik. Pada tahun 1948, seorang fisikawan teori yang bernama Fritz London memprediksikan bahwa superkonduktor yang berputar akan menciptakan momen magnet kecil. Keuntungannya adalah momen magnet ini berada persis bertindihan dengan sumbu putarannya. Itulah sebabnya setiap rotor dalam eksperimen ini dilapisi dengan Niobium, bahan yang memiliki sifat super konduktor pada suhu yang sangat rendah, dengan ketebalan lapisan 0,001270 milimeter. Ketika rotor berputar, lapisan tipis Niobium ini menghasilkan momen magnet seperti dalam efek London tadi. Ketika arah poros rotor berubah, momen magnet London tadi ikut berubah sesuai dengan arah poros rotor. Sehingga dengan mengamati perubahan momen magnet dengan peralatan SQUID sama saja dengan mengamati perubahan sudut rotor. Peralatan SQUID yang sangat sensitif ini sanggup mendeteksi perubahan momen magnet sekecil seper sepuluh ribu triliun medan magnet bumi.
Untuk mempertahankan keadaan superkonduktor pada suhu ¡¦71,4 Celcius, semua peralatan ditempatkan dalam sebuah termos logam yang berukuran 2,441 liter dan diisi dengan helium cair dalam keadaan superfluid. Dinding yang berlapis-lapis melindungi peralatan dari radiasi langsung di angkasa luar. Sehingga praktis tidak ada panas yang masuk ke dalam termos melalui radiasi tersebut. Peralatan pengontrol suhu mengatur kemungkinan masuknya panas yang terjadi akibat konduksi panas dari bagian atas termos dan radiasi sinar yang masuk ke dalam teleskop yang ditempelkan pada bagian atas rumah rotor. Dinding ini juga melindungi sistem rotor ini dari medan magnet bumi.
Peralatan penting kedua yang disertakan dalam rangkaian peralatan ini adalah teleskop yang berukuran sepanjang 36 centimeter yang tersusun dari cermin yang berdiameter 14,2 centimeter. Teleskop ini dipasang diatas kotak rumah rotor, sehingga poros rotor dan teleskop ini bisa dikatakan berada pada posisi arah yang sama pada mulanya. Teleskop ini berfungsi sebagai arah acuan yang dipakai untuk mengukur perubahan sudut pada rotor.
Idealnya, teleskop ini dibuat tetap mengarah kepada benda masif yang jauh di angkasa seperti kuasar, karena posisi benda ini akan terlihat tidak berubah relatif terhadap satelit GP B. Meskipun demikian, benda seperti ini terlihat redup oleh teleskop. Karena itu pilihan acuan jatuh kepada bintang binary (kembar) yang bernama IM Pegasi yang berjarak berkisar 300 tahun cahaya dari bumi.
Dari sekitar 1.400 bintang yang diseleksi, IM Pegasi memenuhi empat syarat sebagai bintang acuan. Bintang ini memiliki posisi yang menguntungkan seperti tidak ada benda lain yang akan berada diantara bintang ini dan satelit GP B. Kedua, bintang ini cukup bersinar terang buat teleskop pada satelit GP B untuk diamati. Ketiga, bintang ini cukup menghasilkan gelombang radio yang bisa ditangkap oleh teleskop gelombang radio di bumi. Terakhir, IM Pegasi berada bersebelahan dengan sebuah kuasar, sehingga sangat mudah diamati.
Gagasan yang membuka alam semesta baru
Melihat panjangnya perjalanan proyek ini, maka setiap orang yang terlibat didalamnya patut berbangga. Diawali dengan hanya sebuah gagasan sederhana pengukuran medan ruang-waktu dengan giroskop pada tahun 1960. Empat tahun kemudian NASA setuju untuk membiayai proyek ini. Dengan banyaknya teknologi baru yang diperlukan tidak sedikit keraguan muncul mengenai proyek GP B ini. Pada tahun 1973, NASA kembali mempertimbangkan apakah proyek ini diteruskan atau tidak. Dibutuhkan sekitar tiga puluh tahun dari gagasan ini diusulkan untuk tiba pada kesiapan teknologi pembangunan komponen satelit ini. Tahun 1990, komite Rosendhal NASA menyatakan kesiapan teknologi yang akan digunakan untuk membangun peralatan satelit GP B.
Setelah mengalami begitu banyak penundaan dikarenakan masalah pada satelit, cuaca, juga kendaraan peluncur, akhirnya satelit GP B dapat mengorbut bulan Mei 2004,. Untuk berfungsi secara penuh satelit ini masih membutuhkan waktu sekitar 44 hari dari waktu satelit ini tiba pada posisi orbit. Setelah giroskop berputar dengan kecepatan penuh, misi ini tiba pada fase sains dimana data-data akan dikumpulkan. Pada fase ini, tidak banyak perintah dari bumi yang dikirimkan ke satelit. Pengambilan data akan mengikuti pola rutin. Setelah fase sains selesai, satelit memasuki fase yang sebenarnya lebih penting yaitu fase post-sains. Pada saat ini akan lebih banyak perintah yang dikirimkan ke satelit untuk memberi error sistematis eksperimen pada data.
Apapun hasil yang dikuakkan oleh eksperimen ini akan memberikan kontribusi yang akan membuka wahana baru dan menambah kepingan misteri dari rahasia alam semesta yang sangat besar ini. Jika GP B berhasil melakukan tugasnya dengan baik, maka satelit ini telah melakukan pengukuran yang paling akurat dari efek geodetic dan seretan kerangka. Jika hasil eksperimen ini berlawanan dengan teori relativitas umum Einstein, maka para fisikawan diperhadapkan dengan tantangan untuk menyusun ulang seluruh teori alam semesta yang baru yang didukung oleh data eksperimen GP B ini.

tugas agama

Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, kalam Al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (al-Jatsiiyah) ayat 23:

23. Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya [1385] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

[1385] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.

Dalam QS 28 (al-Qashash) :38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:

38. Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat 1125) kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta". 1125). Maksudnya: membuat batu bata.

Contoh ayat-ayat tersebut diatas menunjukan bahwa perkataan ilah bias mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad : ilaahatun). Bertuhan nol atau etheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegambiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian:

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah : yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadan-Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, takut, dan mengharapkan-Nya, kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan berdo’a dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindunagn dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989:56)

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut mulai dengan peniadaan, yaitu “tidaka ada TUhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literature sejarah agama, dikenal teori evousionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitive telah mengakui adanya kekuatan yang berpegaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditunjukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negative. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (melayu), dan syakti(India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan panca indera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Mersipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

b. Animisme

Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitive juga mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitive, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhanya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negative dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme

Kepercayaan animism dan dinamisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

d. Henoteisme

Politeismme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitive (tertentu). Satu bangsa yang hanya mengakui ssatu dewa yang disebut Tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

e. Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan trbagi dalam tiga paham: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang(1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitive. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitive. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitive adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejad wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat diantara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah kaerna adanya perbedaan metodologi dalam memahami al-Qur’an dan Hadis dengan pendekatan kontektual sehingga lahir aliran yang bersifat liberal. Sebagian umat Islam memahami dengan pendekatan tekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang umat Islam lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam islam. Aliran tersebut adalah:

a. Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, seta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang Isalam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada diantara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).

Dalam manganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu system teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional adalah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalan pecahan dari Khawarij.

b. Qadariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat (tidak ada campur tangan Tuhan dalam perbuatan manusia). Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada diantara Qadariah dan Jabariah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi, Tuhanlah yang menetapkan hasilnya.

vhxx

cghdfhfgh

teks

fdhdfghdfhdfghdfh